LBH Bandung Soroti Respons Dedi Mulyadi ke Suporter
Info inspiratif –Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Bandung mengkritik keras respons Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, serta tindakan aparat kepolisian terhadap suporter Persikas Subang. Kritik ini mencuat setelah penangkapan 21 suporter usai aksi damai pada 28 Mei 2025 di Desa Sukamandijaya, Kecamatan Ciasem, Kabupaten Subang.
Aksi tersebut berlangsung saat acara “Abdi Nagri Nganjang Ka Warga” yang dihadiri Dedi Mulyadi. Para suporter menyuarakan penolakan terhadap rencana penjualan Persikas dengan membentangkan spanduk bertuliskan “Selamatkan Persikas.” Namun, Dedi menganggap aksi itu mengganggu dan salah tempat. Ia bahkan menyatakan akan mencari tahu rumah serta sekolah para suporter.
Setelah insiden itu, polisi menangkap 21 suporter tanpa menunjukkan bukti awal dugaan tindak pidana. LBH Bandung menyebut penangkapan berlangsung sekitar pukul 23.30 WIB. Para suporter dimintai keterangan hingga subuh, kemudian kembali dijemput polisi keesokan harinya tanpa surat panggilan atau penangkapan.
LBH menilai tindakan tersebut merupakan penangkapan sewenang-wenang atau false arrest. Penangkapan itu dianggap melanggar asas legalitas, nesesitas, dan proporsionalitas. Tindakan polisi dinilai bertentangan dengan UU HAM dan Perkap No. 1 Tahun 2009.
“Baca juga: Dominasi Francesco Bagnaia di Sprint Race MotoGP Belanda 2024“ [2]
LBH Bandung juga menilai Dedi Mulyadi telah melanggar etika kepemimpinan dengan mempermalukan warga yang menyampaikan pendapat secara damai. Pernyataan dan tindakan Dedi dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan atau abuse of power.
Menurut LBH, penangkapan ini mencederai hak kebebasan berekspresi yang dijamin UUD 1945 dan berbagai instrumen HAM internasional yang telah diratifikasi Indonesia.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, memberikan klarifikasi terkait kemarahannya terhadap sekelompok suporter Persikas Subang dalam acara “Abdi Nagri Nganjang Ka Warga” pada 28 Mei 2025. Ia menegaskan bahwa tindakannya bertujuan untuk mendidik masyarakat, bukan untuk menunjukkan sikap emosional semata.
Menurut Dedi, ia marah karena para suporter berteriak-teriak yel-yel di tengah suasana empati terhadap seorang ibu yang hidup dalam kemiskinan. Ibu tersebut disebut berjuang menghidupi empat anaknya dengan memungut botol bekas, sementara suaminya menikah lagi. Bagi Dedi, aksi suporter di momen tersebut menunjukkan ketidakadaban dan kurang empati terhadap penderitaan warga.
“Saya marah karena mereka tidak punya adab. Saat orang menangis karena penderitaan hidup, mereka malah berteriak soal sepak bola,” tegasnya.
Dedi mengaku tak masalah jika video dirinya marah viral atau disebut emosional. Ia menyatakan, mendidik rakyat lebih penting daripada menjaga citra dan popularitas pribadi.
“Simak juga: Kaesang Pangarep, Alternatif Menarik dalam Pilkada Jakarta 2024” [4]
“Bagi saya, mendidik rakyat jauh lebih penting daripada elektabilitas. Kalau mau mem-framing saya emosional, silakan saja,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa hobi seperti sepak bola tidak boleh mengesampingkan kebutuhan dasar masyarakat. Menurutnya, pengelolaan klub seperti Persikas membutuhkan dana besar yang tidak bisa sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah daerah.
“Orang Subang saat ini butuh jalan dan sekolah yang baik, bukan sekadar klub bola,” pungkas Dedi.