Info inspiratif – Inflasi di Indonesia pada Agustus 2024 mencatatkan angka 2,12% (yoy), sedikit turun dari bulan sebelumnya yang sebesar 2,13% (yoy). Penurunan ini terutama disebabkan oleh penurunan harga pangan, yang menjadi sinyal positif bagi masyarakat. Namun, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, memperingatkan tentang potensi risiko Inflasi di Indonesia yang dapat mempengaruhi produksi pangan, terutama akibat musim kemarau.
Febrio Kacaribu menjelaskan bahwa penurunan inflasi disebabkan oleh terkendalinya harga pangan. Hal ini terjadi berkat melimpahnya pasokan seiring dengan masa panen serta turunnya biaya produksi seperti pakan jagung. Beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga termasuk bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras. “Penurunan harga pangan ini diharapkan dapat membantu menjaga daya beli masyarakat dan stabilitas harga secara keseluruhan,” ujarnya.
“Baca juga: Mitsubishi All New Triton, Kombinasi Sempurna Berbagai Fitur”
Namun, pemerintah tetap mewaspadai potensi gangguan dari cuaca ekstrem yang dapat berdampak pada produksi beras dan hortikultura. Untuk itu, koordinasi dengan Tim Pengendalian Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) terus dilanjutkan untuk menjaga stabilitas harga dan mengantisipasi risiko kebencanaan.
Meskipun inflasi menunjukkan penurunan, sektor manufaktur menghadapi tantangan tersendiri. Purchasing Managers’ Index (PMI) Manufaktur Indonesia pada Agustus 2024 berada di level 48,9, menandakan kontraksi dalam sektor ini. Febrio Kacaribu mengaitkan penurunan PMI dengan melemahnya kinerja sektor manufaktur global akibat penurunan permintaan dari negara mitra dagang utama seperti Tiongkok, Eropa, dan Amerika Serikat.
“Pelemahan pertumbuhan ekonomi di negara-negara mitra dagang utama dan kawasan ASEAN mempengaruhi kinerja sektor manufaktur kita,” jelas Febrio. Negara tetangga seperti Malaysia dan Australia juga mengalami kontraksi PMI manufaktur, masing-masing pada level 49,7 dan 48,5.
“Simak juga: Pemerintah Indonesia Mengesahkan PP Tentang Kesehatan”
Di tengah perlambatan sektor manufaktur, pemerintah tetap optimis dengan kinerja beberapa industri utama di Tanah Air. Industri makanan dan minuman, kimia farmasi, dan logam dasar menunjukkan pertumbuhan yang konsisten, dengan industri logam dasar tumbuh hingga 18,1% (yoy) berkat proses hilirisasi.
Namun, sektor padat karya seperti Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta Alas Kaki menghadapi tantangan berat. Terutama dari sisi ekspor dan daya saing pasar domestik. Untuk melindungi industri ini, pemerintah telah menerapkan kebijakan Bea Masuk Tindakan Pengamanan (BMTP) dan Bea Masuk Anti Dumping (BMAD). Kebijakan ini meliputi:
“Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi dan meningkatkan daya saing industri TPT dalam negeri yang berkontribusi besar terhadap serapan tenaga kerja,” tutup Febrio. Pemerintah terus berupaya mendukung industri dalam negeri agar tetap kompetitif di pasar global sambil menjaga stabilitas ekonomi domestik.